expr:class='"loading" + data:blog.mobileClass'>

Friends with Benefits? #7




Sakura memelankan laju mobil hitamnya saat ia berbelok di tikungan ke rumah Sasuke. Otaknya berputar, tapi ia berusaha membuat dirinya tetap fokus. Ketika ia kewalahan, selalu lebih mudah baginya untuk melihat hal-hal secara objektif. Naluri polisi, mungkin.
Ia ingin bersama Sasuke. Dan tidak hanya secara fisik, lebih dari itu. Sasuke adalah sahabat karibnya, salah satu yang selalu ada setiap kali ia sedih atau takut atau bahagia. Sasuke adalah penyokongnya ketika ada yang salah dengannya, dan Sasuke membuatnya berada di jalur yang benar ketika segalanya menjadi terlalu rumit. Pada akhirnya, Sasuke adalah satu-satunya orang di dunia ini yang diinginkannya berada di sisinya.
Sakura berhenti di trotoar di depan rumah Sasuke dan segera menyadari bahwa mobil pemuda itu masih tidak terlihat dimana pun. Apapun yang dilakukan Sasuke dengan Karin rupanya belum selesai. Selama satu menit ia tergoda untuk pergi mencari Sasuke. Ia benar-benar tidak berminat untuk duduk-duduk dan tidak melakukan apa-apa, tapi ia tidak tahu di mana ia harus mencari Sasuke. Satu-satunya tempat yang ia tahu sering Sasuke datangi adalah tempat mereka bekerja, apartemennya dan resort, dan Sasuke tidak ada di tempat-tempat itu.
Sakura berjalan ke teras depan dan duduk di ayunan, membuat dirinya senyaman mungkin. Pemandangan di depannya cukup menenangkan, dan itu membantunya untuk menjernihkan pikirannya, bahkan lebih. Ini adalah situasi yang tidak biasa, tapi ia akan melewatinya dengan fokus analitis yang sama seperti yang ia gunakan untuk menangani apapun. Ia hanya perlu memastikan kepalanya untuk tetap tenang.
Seraya mendesah, Sakura menarik kakinya menempel ke dadanya, menumpukan dagunya di lututnya. Meskipun ia ingin merasa tenang tentang segala hal, ia tidak bisa menahan rasa takutnya disaat yang bersamaan. Ini bukan jenis masalah yang ia hadapi sebelumnya. Memang ia pernah punya kekasih, tapi ia belum pernah merasakan hal seperti ini sebelumnya. Dengan emosi kuat yang menggelegak di dalam dirinya, ia merasa terekspos. Seolah siapa pun yang berjalan di depannya akan dapat melihatnya dan menembusnya. Ini adalah perasaan yang menakutkan. Tidak ada yang bisa melihatnya dengan mudah, kecuali Sasuke. Pemuda itu selalu bisa melihatnya seolah ia terbuat dari kaca.
Itu bagian dari koneksi mereka. Tidak ada yang mengerti dirinya sebaik Sasuke, dan ia mengakui bahwa Sasuke adalah satu-satunya orang di kantor yang paling dekat dengannya. Mereka saling percaya satu sama lain, dan ia yakin bahwa Sasuke merasakan hal yang sama.
Ia tidak bisa kehilangan Sasuke sekarang. Ia telah kehilangan begitu banyak hal sejak bergabung dengan divisi Sasuke; pekerjaannya di FBI, masa lalunya, ingatannya, teman-temannya seperti Ino dan Tenten, dan bahkan identitasnya sendiri. Sasuke adalah orang yang selalu setia dalam hidupnya, dan kehilangan pemuda itu lebih menakutkan dari apa pun yang pernah ia hadapi. Ia hanya akan mampu berurusan dengan semua masalah selama Sasuke ada di sisinya untuk membantu melaluinya.
Suara mesin mobil yang familiar membuat kepala Sakura mendongak dalam antisipasi, dan sedetik kemudian mobil abu-abu muncul di tikungan. Sakura memaksakan diri untuk tetap diam ketika mobil masuk dan mesin mati. Ini dia. Tidak ada waktu untuk mundur.
Sasuke turun dari mobil dan Sakura melihat mata pemuda itu menatapnya dengan penuh tanya. Sasuke tidak mengatakan apa-apa saat mengunci mobilnya dan berjalan ke teras, tangannya terselip di saku celana jeansnya. Di puncak tangga ia bersandar di pagar teras. "Sakura," Ia menyapa dengan sederhana, tapi sedikit terdengar seperti pertanyaan.
"Hei," ucap Sakura, berusaha mendapatkan ketenangannya. Perasaan di dadanya sepertinya telah berlipat ganda sekarang mengingat bahwa mereka benar-benar saling berhadapan dan itu membuatnya sulit untuk bernapas. "Jadi, bagaimana kabar Karin?" Dalam hati, Sakura meringis, karena kecemburuan yang ia coba sembunyikan keluar dengan sangat jelas.
Keterkejutan melintas di wajah Sasuke selama sepersekian detik sebelum menghilang di balik wajah stoiknya seperti biasa. "Dia baik," jawabnya singkat. "Dia kesini untuk berkunjung ke pemakaman gadis yang meninggal ketika di tebing, gadis itu adalah temannya." Sakura mengangguk dan Sasuke menggeser kakinya. Setelah berpikir sejenak, ia berkata, "Kau mau masuk ke dalam?"
"Um, yea," ucap Sakura setuju dan ia mengikuti Sasuke ke dalam. Ia melihat sekeliling ruang tamu Sasuke dengan penasaran, menyadari ia hanya pernah berada di dalam rumah itu sekali sebelumnya. Rumah itu sederhana, santai, dan nyaman. Sama seperti Sasuke.
Mereka duduk di sofa saling berhadapan dan kesunyian yang tidak nyaman menyelimuti mereka lagi. Sasuke adalah orang yang akhirnya memecahkan kesunyian itu.
"Dengar, Sakura, tentang semalam..." mulai Sasuke, dan tangannya bergerak ke belakang lehernya tak nyaman. "Aku minta maaf karena pergi begitu saja. Aku hanya... aku butuh waktu untuk berpikir. Beberapa hal belakangan ini sedikit rumit."
Sakura tertawa masam; rumit adalah pernyataan yang meremehkan kekacauan di otaknya.
Sasuke setengah meringis sebelum melanjutkan. "Kita tidak bisa terus melakukan ini. Setidaknya tidak dengan cara ini. Ada sesuatu yang harus kukatakan padamu tentang—"
"Aku mencintaimu."
Pernyataan itu keluar dari Sakura sebelum dirinya benar-benar bisa memprosesnya, dan itu membuat keduanya terdiam dalam keheningan. Dari mana datangnya itu? Sakura tahu ia peduli pada Sasuke, sangat besar, tapi cinta? Namun sekarang ia telah mengatakan itu dan ia tidak ingin menariknya kembali. Rasanya benar, entah bagaimana. Ia tidak pernah benar-benar memikirkan itu sebelumnya, tapi ia tahu apa yang ia lakukan ini benar. Ia jatuh cinta pada Sasuke.
Sasuke mengerjapkan mata, semacam kekaguman, keterkejutan, dan rasa tak percaya. "Apa?"
"Aku mencintaimu," ulang Sakura. "Setidaknya aku berpikir begitu. Aku tidak benar-benar yakin seperti apa rasanya cinta itu. Aku tidak pernah benar-benar punya keluarga, atau bahkan kekasih yang serius. Yang aku tahu adalah aku merasa benar jika denganmu. Dan itu bukan hanya seks, bagian itu memang hebat, tapi ini juga lebih dari itu, aku merasa aman bersamamu, dan aku tidak bisa membayangkan orang lain bisa membuatku merasakan seperti ini. Aku ingin menghabiskan sisa hidupku, makan malam, mengerjakan berkas-berkas perkara dan berdebat denganmu tentang segala hal, dan kupikir seperti itulah seharusnya cinta itu. Jadi kurasa aku mencintaimu."
"Sakura—"
"Dan aku tahu ini melanggar semua jenis kebijakan tentang kencan antar teman kantor," Sakura tiba-tiba berubah cemas, "Tapi kita pasti bisa mengatasi itu. Lagi pula kita juga pernah melanggar aturan di tempat kerja sebelumnya. Ini hanya—"
"Sakura—"
"—Aku tidak mau harus menghabiskan lebih banyak waktu untuk bertanya-tanya apakah aku bisa kehilanganmu ketika aku ingin bersamamu. Dan aku tahu ini akan menjadi aneh, menjadi partner dan teman dan lebih dari itu, tapi aku berpikir—"
"Sakura!"
Sakura tergagap dan berhenti, terkejut mendengar suara Sasuke yang meninggi. Ekspresi Sasuke telah berubah, dan itu membuat rasa dingin merasuk ke tulang belakang Sakura ketika ia bertemu tatap dengan pemuda itu.
"Maaf, aku hanya ingin kau berhenti bicara," ucap Sasuke dan bibirnya perlahan membentuk seringai menyamping. Ia bergeser menghilangkan jarak di antara mereka, meraih wajah Sakura di tangannya, dan mencium gadis itu.
Sakura meleleh ke dalam sentuhan Sasuke, kehangatan di dadanya menyebar dan menciptakan semacam aliran listrik melalui anggota tubuhnya. Ini yang seharusnya dirasakannya. Meskipun mereka sudah berciuman puluhan kali selama seminggu terakhir, itu tidak pernah terasa seperti ini sebelumnya. Semua energi dan kesungguhan masih ada di sana, tapi ditambah dengan arus dari sesuatu yang lebih kuat dan lebih solid, membuat semuanya terasa lebih lembut. Sebuah pemahaman dan koneksi.
Tidak ingin berpisah lagi, Sakura meluncur dari sofa dan naik ke pangkuan Sasuke. Tangan Sasuke segera menempel di kedua sisi Sakura, menggeser kemeja gadis itu agar ia bisa merasakan kulit halusnya, dan Sakura menggunakan sudut yang lebih baik untuk memperdalam ciumannya. Jari-jari Sakura tenggelam di rambut raven Sasuke, menekan kukunya di atas kulit kepala pemuda itu, dan kemudian menelusuri kontur leher Sasuke sampai ia menemukan kerah baju pemuda itu. Tanpa memisahkan bibirnya dari bibir Sasuke, Sakura membuka kancing baju Sasuke dan mendorongnya dari bahu pemuda itu, pada saat yang sama, Sasuke melakukan hal yang sama pada baju Sakura.
"Ini sulit," Sasuke menggerutu di bibir Sakura ketika jari-jarinya menyelipkan kancing baju gadis itu dengan kikuk. Sakura tertawa dan menarik diri, dan Sasuke mengambil kesempatan itu untuk buru-buru melihat ke bawah dan membuka kancing baju Sakura. Sasuke menyelesaikannya dengan kecepatan kilat dan menjatuhkan kemeja Sakura ke lantai, sebelum jari-jarinya meraih ujung kamisol Sakura dan menariknya ke atas kepala gadis itu. Sasuke mencuri ciuman cepat ke leher Sakura sebelum menyingkirkan kemejanya sendiri, dan kemudian menghubungkan kembali bibir mereka. Ketika Sasuke menghisap bibir Sakura dalam-dalam, Sakura berdesir dibuatnya.
Tangan Sasuke menyentuh kulit Sakura, ujung jari-jarinya yang kasar menelusuri garis-garis tubuh gadis itu. Ada sesuatu yang menghipnotisnya dalam pencariannya yang terfokus saat ia mengeksplor tubuh gadis itu, mulai dari sapuan bahunya sampai ke tempat di mana tulang pinggulnya melengkung di atas jeansnya. Ia bisa merasakan Sakura melengkung di bawah sentuhannya, menginginkan kontak yang lebih dari itu.
Memisahkan bibirnya dari bibir Sasuke, Sakura memberi ciuman di sepanjang rahang Sasuke hingga menuruni sisi leher pemuda itu. Ia dengan lembut menggoda titik nadi yang sensitif dengan giginya membuat Sasuke mengerang pelan, cengkeraman pemuda itu mengencang pada pinggulnya untuk sepersekian detik. Ketika Sakura terus mencium hingga ke tenggorokan Sasuke, jari-jari pemuda itu menemukan kaitan bra-nya dan menyentaknya, menarik benda itu dan membuangnya ke samping. Ujung jari Sasuke menyentuh kulit mulus payudaranya dan membuat Sakura bergidik, semacam sengatan listrik ke sarafnya.
"Sasuke-kun," Sakura mengerang ketika ibu jari Sasuke mengusap putingnya. Ia gelisah, menggeliat akan sentuhan itu dengan penuh gairah. Sasuke menunduk dan menjulurkan lidahnya ke dada Sakura, sebelum memasukkan puting gadis itu ke mulutnya dan menghisapnya ringan. Sakura merintih lagi, tangannya memeluk bahu Sasuke mencari tumpuan ketika ia merasakan hawa panas menembus tubuhnya. Sasuke terus melakukan gerakannya, bergantian antara gigitan lembut giginya dan menyapukan perlahan-lahan lidahnya, sampai tubuh Sakura sangat tegang hingga ia yakin ia akan patah.
"Sakura," ucap Sasuke ketika ia menjauhkan mulutnya tapi gadis itu tak membiarkannya. Sakura mencium kembali bibir Sasuke dengan paksa, memasukkan lidahnya dan berjuang untuk mendominasi. Tangannya bergerak turun dari pundak Sasuke ke sepanjang garis otot-otot pemuda itu sampai ia mencapai celana jeansnya. Ia telah melepas kancing jeans Sasuke tapi pemuda itu meraih pergelangan tangannya. "Tunggu," ucap Sasuke.
"Apa?" tanya Sakura dengan ragu. Ia tidak bisa berpikir sekarang. Ia mendongak ke atas dan bertemu tatap dengan Sasuke, ia melihat pemuda itu tersenyum lembut.
"Ayo kita lakukan ini dengan benar," ucap Sasuke lembut. "Ini berbeda, aku tidak ingin sama seperti sebelumnya." Ia mengangkat tangan Sakura dan meletakkannya di sisi wajahnya, mencium telapak tangan gadis itu dengan lembut. Sakura tersenyum, mengelus pipi Sasuke dengan ujung jarinya.
Sasuke menyeringai ke tangan gadis itu. Ia berdiri dengan hati-hati, tangannya tetap di pinggang Sakura sampai ia yakin bahwa gadis itu berdiri stabil di kakinya sendiri. Ketika Sasuke membungkuk mencium Sakura, gadis itu meletakkan tangannya di dada Sasuke dan bisa merasakan jantung pemuda itu berdetak cepat di bawah sentuhannya.
"Ikutlah denganku," Sasuke bergumam di bibir Sakura, dan kemudian dengan pelan melangkah maju.
"Kemana kita akan pergi?" tanya Sakura ingin tahu. Sasuke berhenti dan berbalik ke arahnya, senyum nakal terbentuk di bibir pemuda itu.
"Apa, Sakura, apa kau tak mempercayaiku?" tanya Sasuke dengan nada suara berpura-pura tersinggung.
Sakura menyeringai dan menatap pria di hadapannya itu; Sasuke berdiri di sana hanya dengan celana jeansnya, ikat pinggang yang tidak terkancing tersampir cukup rendah sehingga Sakura bisa melihat pita elastis dari celana dalamnya. Pemuda itu tersenyum padanya dengan penuh semangat dan keyakinan yang jarang Sakura lihat, pipi Sasuke sedikit memerah dan matanya tampak semakin gelap di bawah rambutnya yang acak-acakan. Sasuke tampak sangat seksi, berdiri di sana dengan tangannya terulur penuh harapan ke arahnya.
Sakura menyukainya.
"Pimpin jalan, Uchiha," ucap Sakura dan meletakkan tangannya di genggaman pemuda itu.
***
To be Continued.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berkomentarlah dengan sopan :)