Semuanya dimulai dengan cukup sederhana. Dimulai dari sebuah bar di resort Naruto dimana mereka memutuskan menghabiskan waktu setelah seharian bekerja.
Sakura kembali meneguk wiski dan berusaha melawan desakan ingin batuk ketika alkohol membasahi tenggorokannya. Sial, Naruto benar saat mengatakan bahwa wiski ini barang bagus. Ia meletakkan gelasnya di atas meja dan berkedip perlahan, menunggu ruangan berhenti berputar di dalam pandangannya.
"Kau belum menyerah, Sakura?" tanya Sasuke dan ketika Sakura memandang ke seberang ke arahnya, tatapan gadis itu tampak menantang. Tak pernah ada kata mundur, Sakura segera mendorong gelasnya ke tengah meja untuk diisi ulang. Membuat Sasuke menyeringai.
"Kalau aku tahu kalian berdua akan bersenang-senang seperti ini, aku sudah melakukan ini sejak lama," ucap Naruto sambil menuangkan wiski ke dalam semua gelas di meja. Setelah diisi ulang, mereka mengambil gelas masing-masing dan meneguknya.
Sakura menelan cairan wiski itu dan mengambil napas dalam-dalam, matanya terasa menyengat. Di sebelah kirinya, Hyuga Hinata membalik gelasnya di atas meja dan mengangkat tangannya menyerah. "Oke, kurasa aku sudah cukup." ucapnya.
"Serius?" tanya Naruto heran. "Hinata-chan, biasanya kau bisa menahannya jauh lebih baik."
"Oh bukan itu sebabnya aku berhenti, Naruto-kun," jawab Hinata. "Hanya saja salah satu dari kita harus tetap sadar untuk memastikan kau tidak jatuh ke laut ketika berjalan keluar malam ini."
Naruto melempar cengiran lebar pada Hinata. "Aaww, Sayang, kau sangat perhatian!"
Hinata tertawa kecil. "Tidak juga, Naruto-kun. Aku hanya tidak ingin kau mati sebelum aku mendapat kesempatan untuk memperbarui asuransi jiwamu," ucapnya, kemudian memandang berkeliling ke setiap sudut bar.
Sasuke mendengus di balik tangannya, menyembunyikan kekehannya. Membuat Naruto melempar tatapan yang terlihat terlalu dramatis padanya. Sakura tertawa dan tenggelam di kursinya, merasa santai dan puas. Sebagai polisi, beberapa hari belakangan ini terasa begitu keras, ia harus berurusan dengan beberapa kekacauan di sekitar resort ini. Tapi pada akhirnya mereka berhasil mengendalikan semuanya. Untuk merayakannya, Naruto mentraktir mereka untuk minum-minum. Pemuda kuning itu tampaknya sedang dalam suasana hati yang bagus.
Rasanya nyaman berada di resort pinggir pantai itu, Sakura menikmati saat-saat bersantai dengan teman-temannya, dan di meja mereka masih tersisa setengah botol wiski berkualitas tinggi. Tidak ada malam yang jauh lebih baik dari ini.
"Baiklah, siapa yang belum menyerah?" tanya Naruto, mengangkat botol wiski itu dengan penuh tanya. Sakura mendorong gelasnya ke tengah meja, dan Sasuke yang berada di seberangnya melakukan hal yang sama, seringai pemuda itu masih ada. Sakura tak begitu yakin ketika minuman semacam ini berubah menjadi sebuah kompetisi, tapi ia akan mengikuti permainannya. Sasuke dan Sakura tak memutuskan kontak mata saat mereka meneguk kembali cairan wiski itu. Dan ketika mereka menaruh kembali gelas di atas meja, Sakura membalas seringai Sasuke.
Empat tegukan selanjutnya, Sakura merasa tubuhnya lebih hangat. Pada titik tertentu dalam sepuluh menit terakhir, tiba-tiba sekelilingnya mulai terasa sangat panas, membuatnya menanggalkan jaketnya, hanya menyisakan kamisol dan jeansnya.
Sasuke sedang menertawakan sesuatu yang dilontarkan Naruto, yang merupakan bukti bahwa pemuda raven itu telah mabuk, dan Hinata hanya duduk memperhatikan mereka semua dengan seringai di wajahnya.
"Hinata-chan," panggil Naruto tiba-tiba. "Kau tahu apa yang aku pikirkan?"
"Tidak, Naruto-kun, apa yang kau pikirkan?" jawab Hinata dengan senyum kecil, jelas-jelas sedang memanjakan Naruto.
"Kurasa kau dan aku harus kembali ke kapalku," ucap Naruto, seraya menekankan beberapa suku kata, seolah ia sedang berusaha menjelaskan sesuatu. "Dan melanjutkan perayaan ini secara pribadi." Ia berhenti sejenak dan kemudian berkata, "Kecuali tentu saja jika Sakura-chan ingin bergabung dengan kita. Aku akan bersedia ahem-ahem-ahem... kurasa aku akan baik-baik saja dengan itu."
Sakura mengerutkan hidungnya. "Mesum," ketusnya.
Naruto mengangkat bahu dan menyengir lebar. "Kau perlu mencobanya," ucapnya. "Aku hanya berpikir mungkin kau akan tertarik. Ini cara yang bagus untuk merilekskan tubuh. Tidak ada ruginya untuk bercinta, Sakura-chan."
"Tuhan, Dobe," ucap Sasuke, melempar tatapan jijik.
"Yea, kau juga, Tuan Keras Kepala," seru Naruto. "Bangkit dan singkirkan semua ketegangan seksualmu, itu akan membuat kami jauh lebih mudah untuk berada di dekatmu. Bahkan mungkin membuatmu lebih ramah. Itu juga bisa membantu pekerjaanmu karena membuatmu tidak begitu stres."
"Baiklah, Naruto-kun," potong Hinata dan berdiri. "Ayo pergi."
"Pergi?" tanya Naruto bingung.
"Ya, kita akan ke kapalmu, ingat?" ucap Hinata. Ia berjalan mengitari meja dan meraih siku Naruto, menarik pemuda itu berdiri. Alis Naruto berkerut tapi kemudian ia menyeringai.
"Oh yea, benar," seru Naruto, mengangguk. Tarikan Hinata membuat Naruto condong ke satu sisi dan Hinata dengan cepat menarik lengan pemuda itu agar melingkar di pundaknya. "Oke, pesta disini sudah selesai." ucap Naruto pada Sasuke dan Sakura.
Naruto dan Hinata mulai berjalan menjauh, dan Naruto pun mulai bernyanyi asal-asalan, "Jika kapal berguncang, jangan berani kau datang..."
"Baik," gerutu Sakura. Ia mengambil botol wiski dan jaketnya, dan kemudian berdiri. Butuh satu menit baginya untuk menstabilkan kakinya, dan ketika ia melihat ke seberang meja, ia melihat Sasuke melakukan hal yang sama. Bagian rasional otaknya mengingatkannya bahwa tidak mungkin pemuda itu bisa pulang sendiri atau mungkin tertidur di dalam mobil. "Ayo, Sasuke-kun." ajaknya, memberi isyarat agar Sasuke mengikutinya. Yang mengejutkannya, pemuda itu mengikutinya tanpa keluhan. Mereka keluar dari bar dan menaiki tangga menuju ruangan Sakura di resort itu.
***
"Baunya enak di sini," ucap Sasuke sambil menjatuhkan diri ke sofa empuk kecil di ruangan Sakura, mengamati sekelilingnya.
"Terima kasih," ucap Sakura. Ia melemparkan jaket ke kursi dan kemudian duduk di samping Sasuke, botol wiski berada di pangkuannya. Ia tak repot-repot untuk mengambil gelas, ia meneguk langsung dari botolnya. "Ini minuman hebat."
"Hn," gumam Sasuke setuju, menarik botol dari genggaman Sakura dan meneguknya juga. "Kau tahu dari negara mana Dobe mencuri ini?"
"Tidak. Mungkin jauh," Sakura tampak merenung. "Seperti... Eropa."
Sasuke mengerutkan kening. "Aku tidak berpikir Eropa adalah sebuah negara, bukankah itu benua?" ucapnya.
Sakura, yang mulutnya sibuk meneguk wiski, hanya mengangkat bahu sebagai jawaban. Sejujurnya, ia tidak bisa memikirkan tentang geografi saat ini. Ketika ia menyerahkan botol itu ke Sasuke, ia bersandar di samping Sasuke, menyandarkan kepalanya ke pundak pemuda itu. Terasa sangat nyaman.
"Rambutmu membuatku geli," ucap Sasuke seraya terkekeh kecil. Ia mengulurkan tangan dan menyentuh beberapa helai rambut liar yang terlepas dari kunciran Sakura, yang menjuntai ke otot bisepnya. "Dan ini sangat lembut."
Sakura tersenyum, menekan pipinya di pundak Sasuke. Jauh lebih sejuk di sini daripada di bar, dan rasanya sangat nyaman meringkuk di samping tubuh hangat Sasuke. Ia mendesah pelan dan melirik wajah Sasuke. Cahaya bulan menyinari wajah pemuda itu; rahangnya yang kuat dan tulang pipinya yang tinggi dan alisnya yang tebal. Pipinya sedikit memerah karena efek wiski dan rambutnya tampak acak-acakan. Mata hitam kelam itu menatapnya dan tersenyum. Sakura tiba-tiba tersentak sadar, bahwa Sasuke adalah pria yang sangat tampan.
"Apa menurutmu mungkin Naruto benar?" tanya Sakura, mengejutkan dirinya sendiri ketika pertanyaan itu keluar dari mulutnya.
"Tidak," jawab Sasuke. Tapi kemudian ia berhenti dan bertanya, "Tunggu, tentang apa?"
"Tentang ketegangan seksual yang dia katakan," jelas Sakura. "Pikirkan, mungkin dia ada benarnya? Bahwa kita bisa lebih baik dalam pekerjaan kita jika kita tidak begitu... tegang?"
Sasuke menatap dinding dengan termenung, jarinya menelusuri sekitar tepi botol. "Mungkin," Ia mengakui. "Lebih mudah untuk berpikir ketika tidak stres. Entah apakah itu cukup berpengaruh pada pekerjaan, tapi mungkin juga." Ia meneguk wiski dan kemudian menambahkan, "Tidak bisa dipastikan, sudah terlalu lama bagiku untuk mengingat hal itu."
"Maksudmu?" tanya Sakura, memiringkan kepalanya untuk memandang Sasuke lagi tanpa harus mengangkat pipinya dari bahu hangat pemuda itu.
"Yeah, sudah lama sekali, karena... kau tahu," ucap Sasuke dan membuat gerakan isyarat yang dianggapnya berhubungan dengan seks. "Aku belum melakukannya sejak pekerjaan kita semakin banyak. Jadi sudah beberapa tahun lalu."
"Bagaimana dengan Tayuya?" tanya Sakura ingin tahu.
"Kami tidak pernah melakukannya," jawab Sasuke dan tersenyum malu. "Kami sudah mencoba, dan kami akan melakukannya, tapi kemudian saat itu aku mendapat informasi bahwa kau diserang dan kemudian dia pergi. Dan setelah itu tidak pernah terjadi." Ia memberikan botol wiski pada Sakura dan kemudian berkata, "Bagaimana denganmu dan Sabaku Gaara?"
"Sekali, ya," jawab Sakura.
"Dan?" tanya Sasuke. "Apa itu berpengaruh?"
"Mungkin," kata Sakura. "Tapi kemudian dengan hal-hal yang terjadi sepanjang waktu kurasa aku tidak pernah benar-benar merasakan pengaruhnya." Mereka kembali terdiam, bergantian memberikan botol di antara mereka. Angin sepoi-sepoi masuk melalui pintu balkon yang terbuka, membuat Sakura bergidik dan meringkuk lebih dalam ke sisi Sasuke sampai kakinya berada di pangkuan pemuda itu. "Kita bisa mencobanya."
Sasuke berkedip dan menatap Sakura, alisnya bertaut karena bingung. "Mencoba apa?"
"Seks," jawab Sakura seolah itu adalah hal paling mudah di dunia. Mereka baru saja membicarakannya beberapa menit yang lalu, bagaimana Sasuke sudah lupa? "Untuk mengetahui apakah itu bisa membuat kita merasa lebih baik, dan melakukan pekerjaan lebih baik. Maksudku kita adalah teman, jadi itu tidak akan membuat kita canggung. Dan jika itu tidak berhasil maka kita bisa melupakannya."
"Tunggu, seks?" tanya Sasuke, tampak semakin bingung. "Kau dan aku... harus berhubungan seks? Kita?"
"Tentu," jawab Sakura enteng. "Kau tahu, seperti... teman seks. Hanya untuk menghilangkan ketegangan dan semua hal semacam itu. Ini akan berjalan baik, karena kau satu-satunya pria di sini yang aku percaya, dan aku satu-satunya orang yang paling dekat denganmu. Jadi itu masuk akal, bukan?"
Sasuke mengerutkan kening, sorot matanya menunjukkan bahwa ia sedang berpikir dalam-dalam. "Ya, itu sedikit masuk akal," gumamnya setuju. "Tapi bukankah ini aneh? Karena kita teman dan kita bekerja bersama."
"Kita bisa membuat ini berhasil," ucap Sakura dengan yakin, meletakkan tangannya di atas tangan Sasuke. Sasuke memandangi kontak itu dengan raut tak terbaca. "Karena kita teman baik, ingat? Teman baik bisa melakukan apa saja dan tetap menjadi teman baik. Bukankah itu yang selalu dikatakan semua orang? Teman baik selamanya." Sakura mencondongkan tubuhnya dan memberi ciuman cepat di pipi Sasuke. "Kau teman terbaikku selamanya, Sasuke-kun."
Sasuke terkekeh, tangannya yang bebas bergerak untuk menyentuh titik di mana pipinya di cium Sakura. Sakura memperhatikan itu dan tersenyum.
"Apa rasanya enak, ingin merasakan ciumanku lagi?" tanya Sakura ingin tahu. Sasuke mengangguk. Sakura menyeringai dan duduk tegak, menyelipkan kakinya di bawah tubuhnya dan berputar untuk menghadap Sasuke dengan lebih baik di sofa kecil itu. Ia meletakkan tangannya di pipi Sasuke. Sasuke menegang saat pipinya disentuh, tapi ia tidak menarik diri. Merasa yakin, Sakura mencondongkan tubuh dan mencium pipi Sasuke lagi, dekat dengan sudut mulut pemuda itu, dan berlama-lama di sana selama beberapa detik yang panjang.
"Rasanya enak, bukan?" Sakura berbisik di pipi Sasuke. Ia merasakan suhu tubuh Sasuke meningkat, dan mendengar saat pemuda itu menelan ludah. "Ini bisa kita lakukan bersama, sebagai teman. Mengingatkan satu sama lain seberapa enak rasanya. Tidak ada yang buruk dengan itu, bukan?"
Sasuke mengambil napas yang lambat dan tidak stabil, dan kemudian memundurkan sedikit kepalanya agar bisa menatap Sakura. Ia bisa melihat bahwa mata Sakura sedikit menggelap, dan ketika gadis itu berbicara suaranya terdengar tak beraturan. "Tidak ada salahnya mencoba."
Senyum kecil terbentuk di bibir Sasuke dan Sakura merasakan sesuatu di dalam perutnya melompat gembira. Ia meletakkan tangannya di kedua sisi wajah Sasuke dan mempertemukan bibirnya dengan bibir pemuda itu. Tindakan dangkal dan ceroboh, tapi ia tak bisa menyangkal bahwa itu terasa fantastis.
Sasuke segera merespon, meraih pinggang Sakura dan menariknya sehingga gadis itu mengangkang di pangkuannya untuk mencari posisi lebih baik. Tangan Sakura bergerak ke atas untuk menyelinap ke rambut Sasuke, dan Sasuke menyelipkan tangannya di bawah ujung kamisol Sakura. Rasa berdesir naik ke tulang punggung Sakura saat merasakan ujung jari Sasuke menyentuh kulitnya. Sementara satu tangan berada di punggung Sakura, tangan Sasuke yang lain bergerak mengeksplorasi, dari rambut Sakura, ke bahu sampai ke lekuk lengan gadis itu. Dada mereka saling menekan dan Sakura bisa merasakan hawa panas menjalar dari tubuh Sasuke, tapi entah mengapa itu masih tidak terasa cukup dekat.
Ketika jari-jari Sakura berada di sekitar ujung kaos Sasuke, pemuda itu bergidik dan suara eluhan keluar darinya. Sakura menatap Sasuke ingin tahu dan terkejut ketika melihat pemuda itu sedikit memerah.
"Maaf, itu terasa menggelitik," ucap Sasuke, tampak malu. Sakura tertawa dan mencium Sasuke sekali lagi, kemudian menarik lepas kaos Sasuke ke atas kepala pemuda itu dan melemparnya asal-asalan. Di tengah keremangan ruangan itu, mata Sakura menelusuri garis-garis dada Sasuke dengan bersemangat. Sasuke menegang ketika Sakura meletakkan tangan di dadanya, dan erangan kecil keluar dari bibirnya.
Terpesona, Sakura mulai menggerakkan tangannya. Jarinya membuat pola di atas otot-otot perut Sasuke, memperhatikan bagaimana sentuhan sederhana itu mempengaruhi Sasuke. Bahkan sentuhan terkecilnya membuat pemuda itu mengerang dan gelisah. Tangan Sasuke terkepal di bantal sofa, buku-buku jarinya tampak memutih. Sungguh menakjubkan bagi Sakura, seberapa besar kekuatan yang ia miliki pada Sasuke sementara segala sesuatu dalam hidupnya berantakan di sekelilingnya, tapi di sini ada tempat yang bisa ia kendalikan.
Sakura mencondongkan tubuh dan memberikan ciuman di sisi leher Sasuke, di bahu dan tulang selangka pemuda itu. Sasuke nyaris menggeliat di bawah sentuhan Sakura dan erangan lain terlontar pelan dari tenggorokannya. "Sakura," Ia tersentak ketika Sakura mencium bagian di bawah tulang selangkanya, di mana terdapat bekas luka lama yang memudar di kulitnya.
Dalam sekejap, tangan Sasuke kembali ke pinggang Sakura, meraih ujung kamisol Sakura dan menariknya ke atas kepala gadis itu dengan begitu cepat hingga membuat pinggiran rendanya robek. Kamisol itu dilempar secara membabi buta dan kemudian tangan Sasuke berada di atas kulit Sakura lagi, kini giliran Sakura yang bergidik.
"Sasuke-kun," ucap Sakura, terengah-engah. "Kita harus—" Ia tiba-tiba mengerang pelan ketika jari-jari Sasuke bergerak ke samping, dan naik ke atas mencapai bagian bawah bra-nya. "Tempat tidur." gumam Sakura.
Sasuke menggeram dan menyelipkan lengannya di bawah tubuh Sakura, mengangkat gadis itu dengan satu gerakan cepat. Ia menggendong Sakura menuju kamar dan kemudian dengan lembut membaringkan gadis itu di tempat tidur.
Sakura segera duduk dan meraih kancing jeans Sasuke. Api seakan berkobar di dalam nadinya dan jantungnya memompa lebih cepat. Mereka semakin dekat di ambang batas, dan Sakura tidak peduli. Lagi pula, itulah yang mereka tuju, bukan?
Tangan Sakura bergerak di pinggang celana Sasuke dan pemuda itu mengeluarkan sedikit eluhan merasakan ujung-ujung jari Sakura di perutnya. Sakura membuka kancing dan ritsleting secepat jemari gemetarnya bisa lakukan, dan kemudian menurunkan celana jeans Sasuke dari pinggulnya. Sasuke menarik celana jeansnya dan melepas kaus kakinya juga, melemparkannya ke balik pundaknya dan kemudian berlutut di tempat tidur. Tangannya meraih celana jeans Sakura, dan gadis itu dengan cepat berbaring kembali untuk memberi Sasuke akses yang lebih baik. Sasuke menarik celana Sakura perlahan ke bawah dengan sengaja, jari-jarinya menyentuh di sepanjang setiap inci kulit Sakura yang baru terbuka. Tatapan mata Sasuke fokus dan penuh euforia, seakan membuat nyala api di perut Sakura meletus bak neraka. Ya Tuhan, Sakura tidak sanggup menerima lebih dari ini.
Sakura meraih wajah Sasuke dan menarik pemuda itu ke dalam sebuah ciuman, membuat tubuh Sasuke berada di atas tubuhnya. Merasakan tubuh Sasuke yang berotot membuat Sakura mengerang. Ia tidak hanya menginginkan Sasuke sekarang, ia membutuhkan pemuda itu. Dan ia tak perlu mencari tahu apakah Sasuke membutuhkannya dan siap untuk ini juga, karena ia bisa merasakannya dari cara Sasuke menekan keras tulang pinggulnya.
"Sasuke-kun..." ucap Sakura terengah-engah dan Sasuke mengangguk, seolah-olah pemuda itu secara naluri mengerti semua yang Sakura katakan hanya dalam satu kata. Jari-jari Sasuke bekerja cepat menanggalkan sisa-sisa pakaian terakhir mereka. Sakura bisa merasakan Sasuke di sana, siap dan menunggu, dan pinggulnya secara naluriah bergerak melawan kontak. Sasuke menggeram, tubuhnya bergerak maju, dan hal berikutnya yang Sakura tahu Sasuke telah memasukinya.
"Tuhan," Sasuke menegang dan seluruh tubuhnya seakan menjadi kaku. Ketika Sakura bergerak-gerak gelisah di bawahnya ingin merasakan lebih banyak lagi, Sasuke menggeram. "Sakura, tunggu," ucapnya. "Hentikan itu."
"Apa ada yang salah?" tanya Sakura dengan ragu.
Sasuke terkekeh dan tidak bisa menahan napasnya yang memburu. "Tidak ada. Hanya... beri aku waktu sebentar atau ini akan berakhir dengan cepat."
"Oh, benar, maaf." ucap Sakura dan ia berusaha menahan tubuhnya. Itu sangat sulit dilakukan dengan otot-otot Sasuke yang keras menekan tubuhnya dan ditambah lagi milik pemuda itu di dalam dirinya. Sakura menunggu sampai beberapa ketegangan meninggalkan tubuh Sasuke, dan kemudian pemuda itu membungkuk, memberikan ciuman seringan bulu di sepanjang rahang dan leher Sakura.
"Oke, kita akan pelan-pelan kalau begitu, Sasuke-kun." ucap Sakura, seraya menyapukan bibirnya di telinga Sasuke saat ia berbicara.
Sasuke mengerang. "Kau menggodaku, Haruno." tuduhnya dengan sedikit tawa di dalam suaranya.
Sakura terkekeh, menggerakkan tangannya perlahan-lahan ke punggung Sasuke hingga membuat pemuda itu bergidik di bawah sentuhannya. "Oh percayalah, Uchiha, aku bahkan belum memulainya."
***
To be Continued.
To be Continued.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Berkomentarlah dengan sopan :)